Diduga Langgar Pemanfaatan Ruang Laut, Reklamasi Milik Amir Abdullah di Bajo Liang Disorot

Bangkeppos.com, SALAKAN- Aktivitas reklamasi atau penimbunan laut yang dilakukan oleh salah seorang pengusaha eksportir ikan hidup di Desa Bajo Liang, kecamatan Liang, Amir Abdullah, kini tengah menjadi sorotan publik.
Pasalnya, aktivitas reklamasi tersebut selain diduga tidak mengantongi izin, juga disinyalir melanggar ketentuan dalam Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) pada 12 Juli 2024 silam.
Menurut mantan Kades Bajo Liang, Jefri Anes, pemerintah daerah melalui dinas teknis terkait harus bisa memastikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha di daerah ini.
“Terutama yang ada di desa Bajo Liang. Apakah itu sudah sesuai izin, dan tidak merugikan lingkungan atau masyarakat pesisir desa Bajo Liang,” ucapnya, saat dikonfirmasi wartawan media ini, Minggu (2/3/2025) lalu.
Jefri menegaskan, aktivitas penimbunan laut tanpa izin merupakan salah satu bentuk pelanggaran terkait pemanfaatan ruang laut.
“Jadi kami minta pihak terkait, mulai dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup serta Polda Sulteng untuk segera turun lapangan, mendalami dugaan pelanggaran itu. Serta menentukan sikap atas kerugian negara yang ditimbulkan akibat dari perbuatan tersebut,” tuturnya.
Jefri menyatakan, wilayah reklamasi di desa Bajo Liang itu merupakan wilayah konservasi maritim yang diperuntukkan untuk nelayan kecil, dan merupakan wilayah yang dilindungi habitatnya, serta memiliki aturan dalam pemanfaatannya.
Jefri juga menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan kepatuhan terhadap aturan pemanfaatan ruang laut.
“Sebab bagaimana pun, wilayah pesisir desa Bajo Liang merupakan bagian penting dari keberlanjutan ekosistem laut, demi kesejahteraan generasi mendatang,” tandasnya.
Sementara itu, Pj. Kades Bajo Liang, Tri Herlianto Surdana, mengaku, tak mengetahui secara detail ihwal perizinan reklamasi milik Amir Abdullah di wilayahnya itu. Namun, Tri Herlianto hanya bercerita soal status tanah timbunan milik pengusaha ikan ekspor itu.
Menurut dia, Amir Abdullah hanya mengantongi dokumen Surat Penyerahan Tanah (SPT) yang diterbitkan oleh pihak kecamatan.
Pada dasarnya, kewenangan pemerintah kecamatan Liang, lanjut Tri Herlianto, hanya sebatas menerbitkan SPT sesuai pengajuan dari masyarakat pemohon. Sebab SPT, menurutnya adalah salah satu dokumen persyaratan untuk proses penerbitan sertifikat hak milik.
“Namun yang perlu diingat, bahwa SPT itu hanya sebagai ganti rugi atas pembelian lahan. Sehingga statusnya tidak boleh dijadikan dasar sebagai hak kepemilikan tanah,” ungkapnya.
Tri menerangkan, pemerintah desa dan kecamatan sama sekali tidak punya domain untuk menentukan, apalagi mengukur luasan laut yang bakal dijadikan sebagai kawasan pemukiman atau pembangunan usaha apapun.
“Karena itu bukan ranahnya pihak kecamatan. Jadi, soal apakah lokasi timbunan itu legal ataupun ilegal, memiliki izin atau tidak, itu juga yang menentukan adalah dinas teknis terkait baik kabupaten, provinsi dan terkhusus kementerian,” terangnya.
Ditempat yang sama, Amir Abdullah dikonfirmasi sejumlah wartawan di kediamannya, sedang tidak berada ditempat.
“Tidak ada bos. Bos masih ada diluar daerah,” singkat salah seorang karyawan Amir Abdullah, saat ditemui di lokasi usahanya di desa Bajo Liang.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bangkep, Tata Tadjudin, menyatakan, pihaknya akan turun lapangan untuk menyelidiki adanya dugaan potensi pelanggaran dalam proses reklamasi dimaksud.
Tata Tadjudin tak menampik, jika sejauh ini masih ada sejumlah masyarakat yang belum memahami soal risiko hukum terkait aktivitas reklamasi yang sengaja mengabaikan aspek perizinan.
“Artinya, jika itu (penimbunan, red) dipersoalkan hanya karena alasan digunakan sebagai pemukiman, saya kira pasti banyak juga yang kena. Karena bukan cuma di Desa Bajo Liang. Tetapi ada juga desa lainnya di Bangkep yang dihuni oleh masyarakat suku Bajo juga melakukan hal yang sama,” ungkapnya.
“Hanya memang, berbeda ceritanya, jika reklamasi itu dilakukan oleh seorang pengusaha, tetapi dia tidak menaati regulasi yang semestinya,” sambungnya, saat ditemui di kediamannya, di Salakan, Rabu (5/3/2025) pagi.
Ditanya apakah ketidakpatuhan seorang pengusaha dalam proses perizinan usahanya, hanyalah sebagai dalih untuk menghindari pembiayaan pajak dan administrasi lainnya? Mantan Kabag ULP Kabupaten Bangkep Ini mengaku tak ingin berspekulasi lebih jauh.
“Intinya, kami akan turun lapangan dulu, dan mengecek langsung aktivitas reklamasi itu,” tutupnya.

Sekadar informasi, bahwa luasan lokasi timbunan yang digarap oleh Amir Abdullah yakni, 247 meter persegi. Dan itu dilakukan sejak 2023 silam, yang diperuntukan sebagai lokasi usaha serta pemukiman rumah pribadinya.
Informasi tambahan lainnya, Amir Abdullah dikabarkan merogoh kocek anggaran dalam proses pengerjaan reklamasi tersebut, hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Namun di sisi lain, Amir Abdullah juga bisa meraup keuntungan jumbo dari hasil usahanya itu.
“Dan diperkirakan untuk sekali loging ikan hidup, itu paling dibawah Rp500 juta. Karena hitungannya untuk ikan saja, paling sedikit 5000 ekor diluar lobster dan udang manthis atau ronggeng. Sedangkan, ronggeng ini ada aturan jual beli dan pengirimannya,” ujar salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Sumber ini mengaku, kebanyakan dari para nelayan penangkap ikan hidup di wilayah desa kecamatan Liang dan kecamatan Bulagi Utara, juga masih menggunakan anestesi ikan atau bius ikan.
Atas hal tersebut, diminta kepada dinas kelautan dan perikanan, dinas lingkungan hidup, serta aparat penegak hukum Polda Sulteng segera turun lapangan, melakukan penyelidikan adanya potensi dugaan tindak pidana atas kawasan konservasi maritim di wilayah tersebut. (ir)