17 Februari 2025

Disiplin Itu Sederhana

Catatan Inspiratif : Belajar Disiplin dari Birokrat Teladan "Sudirman Salotan"

Oleh: Harry Saputra Nursin, S.STP, M.AP

Harry Saputra Nursin, S.STP, M.AP.

Tema di atas pasti akan diperdebatkan, namun dengan segala keterbatasan referensi saya mencoba berpendapat tentang subyek kata yang selalu dibicarakan dalam setiap diskusi, tapi seringkalu luput dalam terapan sosial kehidupan kita.

Secara akademik (ilmiah-red), disiplin didefinisikan sebagai perilaku taat dan patuh terhadap nilai yang dipercaya dan menjadi tanggung jawabnya, atau dengan kata lain, disiplin adalah patuh terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan dan pengendalian. Sedangkan, pendisiplinan adalah sebuah usaha yang dilaksanakan untuk menanamkan nilai-nilai atau pemaksaan supaya subjek mentaati sebuah peraturan.

Kenyataannya di dalam kehidupan nyata keseharian, kita bingung membedakan dikotomi makna disiplin dan pendisiplinan.

Sebab adakalanya tuntutan kedisiplinan dari atas ke bawah tidak diikuti dengan ketaatan terhadap nilai disiplin itu sendiri. Hal mana sang pemberi perintah tanpa sadar sedang melakukan tindakan pendisiplinan yang seperti pulsa memiliki masa habis pakai.

Ini sebabnya kita menyaksikan fenomena tindakan pendisiplinan yang bersifat semu, hari ini disiplin besok tidak disiplin, bulan ini disiplin bulan depan tidak lagi, saat pengawasan mulai memudar secara automatic disiplin juga mengendur, saat reward and punishment dirasa tawar begitupun disiplin akan terasa hambar, demikianlah seterusnya.

Memaknai fenomena itu tersebut, saya kemudian teringat seorang Birokrat teladan yang pernah dimiliki negeri Banggai Kepulauan, yakni bapak Sudirman Salotan.

Bagi saya, beliau menggambarkan disiplin sebagai makanan pokok. Seperti fungsi makanan jika tidak mengkonsumsinya dalam waktu yang seharusnya, maka akan muncul dampak negatif bagi tubuh. Karena bagi Pak Salotan, disiplin adalah keniscayaan. Beliau-lah disiplin itu.

Melanglang buana sebagai aparatur pelayan masyarakat sejak bertugas di Papua, kemudian kembali ke tanah kelahirannya Banggai Kepulauan untuk mengabdikan dirinya. Pak Salotan menunjukkan suatu sikap bahwa disiplin itu sederhana, yakni Keteladanan. Seperti pepatah bijak mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.

Jadi, disiplin bukanlah mewahnya reward atau kejamnya punishment, sebab yang demikian penerapannya akan singkat. Sesingkat embun di daun keladi, saat lagi semangat-semangatnya akan patuh, baik bagi pemberi perintah maupun yang diperintahkan, tetapi begitu semangat mulai pudar maka disiplin-pun terlupakan.

Pak Salotan, seingat saya tidak pernah menyampaikan kepada bawahannya untuk disiplin, yang beliau lakukan adalah mempraktekan apa yang jarang beliau sampaikan, dengan menerapkan metode yang ampuh, seperti memberi contoh bagaimana disiplin itu dilakoni secara konsisten.

Sebab menurutnya mengajarkan disiplin dengan keteladanan merupakan cara paling sederhana untuk sukses membangun perilaku disiplin bawahan.

Dalam aspek lain, disiplin merupakan sikap yang selalu tepat janji, sehingga orang lain percaya karena modal seseorang dalam kehidupan sosial adalah mendapat kepercayaan dari orang lain. Ini pun-dipraktekan secara kaffah oleh Pak Salotan, saat beliau berkerja dalam tugas sebagai panglima Aparatur Sipil Negara (ASN), Pak Salotan adalah sosok Sekretaris Daerah (Sekda) yang terpercaya baik bagi atasannya yaitu, Bupati dan juga bagi kami bawahannya. Apa yang beliau sampaikan itulah yang akan beliau laksanakan.

Jika ada sesuatu yang keliru dan luput dengan segera beliau koreksi dan tidak malu beliau sampaikan. Beliau adalah pembelajar yang baik sesuai dengan makna disiplin itu sendiri. Baginya jika ingin disiplin itu real dan konsisten, maka seyogyanya kita terus belajar dan memperbaiki diri, mengikis egosektoral sebagai pemimpin yang hanya tahu memerintah dan mengajari (guru), tapi kita harus terus bisa belajar memperbaiki sikap, mengakui kesalahan seperti halnya pengikut (murid) yang tidak berhenti untuk belajar.

Ellen Gould White, seorang penulis dan tokoh religius Amerika Serikat, menyatakan bahwa “disiplin mempunyai tujuan perintah atas diri sendiri dalam menaklukan kuasa kemauan, untuk memperbaiki kebiasaan-kebiasaan, dan
mengajarkan, menghormati prinsip ke-Ilahian atas penurutan prinsip sikap setan.” Artinya, disiplin adalah apa yang kita contoh-kan kepada orang lain.

Disiplin bukan-lah komando Kapten kepada Kopral, tapi ia merupakan suatu contoh suci yang ditampilkan dalam peribadatan antara Imam dan makmum.

Apa yang dilakukan imam pasti akan di ikuti oleh makmum. Makmum bukan takut kepada Imam tetapi ada Dzat suci yang di agungkan, sehingga disiplin ibadah menjadi ritual yang mulia.

Demikian pula, menurut Emile Durkheim yang menilai, bahwa perilaku disiplin bertujuan untuk mengembangkan suatu keteraturan dalam tindakan manusia.

Inilah gambaran utuh, apa yang dicontoh-kan oleh Pak Salotan bahwa disiplin merupakan suatu keteraturan dalam sikap yang konsisten tidak meluap-luap, tepat pada porsi-nya. Contoh konkrit seperti yang beliau selalu tunjukkan hampir setiap hari saat menjalankan tugas sebagai ASN.

Hadir di Kantor 10 menit sebelum jam masuk kantor dimulai, berdiri di teras kantor sambil mengamati beberapa bawahan yang tergesa-gesa, untuk menyetor jari di mesin absensi berkejaran dengan waktu yang dibatasi, yang tentunya berkonsekuensi dengan pemotongan tunjangan tambahan penghasilan.

Pemandangan ini tentu jadi catatan pribadi baginya sebagai Panglima ASN (sekda-red) yang disegani, tetapi tak sekalipun beliau menegur bawahannya yang terlambat.

Namun bagi kami, tatapan atau lirikan mata itu cukup menembus hati seolah bisikan halusnya yang berkata “besok jangan terlambat lagi ya”!!!, dan hati kecil kami-pun menyahuti dengan perasaan yang dalam seraya berjanji untuk tidak terlambat lagi, walau kemudian di hari-hari setelah itu ada yang luput, tetapi teladan dan cara yang pak Salotan tunjukkan sangat membekas bagi kami bawahannya.

Bagi saya, sikap pak Salotan ini merupakan sikap keteladanan, betapa disiplin itu sederhana hanya membutuhkan keteladanan dan konsistensi antara ucapan dan perilaku. Sebab disiplin tak sekedar retorika. Tentunya, ada banyak pola lain untuk membentuk tradisi disiplin, tergantung tipe pemimpinnya.

Persoalan benar salah saya kembalikan kepada kebijakan pembaca, ini pendapat yang terilhami dari kenyataan yang dirasakan.

Sebab tulisan ini hanya sekedar sebagai pengingat bagi diri pribadi penulis. Karena apa yang membekas tidak mudah terhapus. Begitu pula, apa yang terhapus tidak akan membekas.

Sehat selalu untuk bapak Sudirman Salotan. Bagi saya, engkaulah disiplin dalam arti hakiki. Banggai Kepulauan beruntung pernah memiliki birokrat disiplin sepertimu. (**)

Penulis adalah Aparatur Sipil Negara Kabupaten Banggai Kepulauan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!