Sadat Anwar: Penyelarasan Dokumen APBD Setelah Paripurna Itu Ilegal
Bangkeppos.com, SALAKAN- Mandegnya APBD Bangkep 2021 sampai saat ini berimbas pada semua sektor kebutuhan seluruh masyarakat di Bangkep. Bahkan sudah tiga bulan lebih APBD belum action. Karena mungkin saja angkanya masih digarap dan diutak-atik, Sementara proses asistensi dokumen APBD telah selesai dilakukan di Provinsi.
Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Bangkep asal Fraksi Nasdem Bangkep Sadat Anwar Bihailia angkat bicara. Dia menegaskan, proses penyelarasan dokumen APBD setelah paripurna adalah melanggar regulasi.
“Harusnya penyelarasan dilakukan setelah 7 hari sejak rekomendasi gubernur, baru diparipurnakan. Namun faktanya tidak demikian. Justru yang terjadi saat ini paripurna dulu baru penyelarasan,” tegasnya, saat dihubungi bangkeppos.com, Selasa (23/3/2021).
Sadat mengaku, sejak penyelarasan anggaran mulai digarap, dirinya telah menarik diri dan tidak lagi dilibatkan dalam proses itu.
“Karena bagi saya, yang namanya APBD itu setelah diparipurnakan itu sudah selesai urusan. Tidak ada lagi proses penyelarasan yang berkaitan dengan evaluasi gubernur,”ujarnya.
Dijelaskannya, secara aturan, setelah dilakukan pembahasan oleh DPRD, APBD kemudian diasistensi oleh Provinsi. Dari hasil asistensi itu, lanjut Sadat, muncul beberapa catatan gubernur yang diinstruksikan oleh daerah, dan diminta TAPD untuk dilakukan penyelarasan atas hasil koreksi gubernur.
“Nah, hasil koreksi gubernur itu dilakukan, sebelum proses penetapan APBD. Karena waktu 7 hari rekomendasi gubernur keluar berdasarkan instruksi penyelarasan itu,
maka pada saat itu pula mestinya sudah mulai dilakukan penyelarasan,”jelas Alumnus IAIN Manado itu.
Karena itu, Sadat menyimpulkan, proses dan mekanisme hasil penyelarasan terhadap dokumen APBD itu adalah ilegal.
“Apalagi ada item kegiatan yang muncul diluar dari rekomendasi gubernur,”urainya.
Menurutnya, tidak boleh ada proses perubahan dilampiran peraturan-peraturan daerah yang sudah ditetapkan. Sebab APBD itu adalah peraturan daerah (Perda).
“Dan lampiran itu adalah bagian dari Perda. Jadi tidak boleh dilakukan proses perubahan Perda tanpa mengakomodasi rekomendasi yang diberikan oleh gubernur,”jelasnya.
Lepas dari kepentingan pribadi, Sadat menegaskan, setiap orang punya niat untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Serta bagaimana mendapatkan proses aspirasi itu sampai pada kebijakan-kebijakan yang berpihak.
“Soal pengakomodiran aspirasi, tentu tidak boleh dilakukan diluar sistem normatif. Maksudnya setelah paripurna sudah dilakukan, lalu kita memaksakan keinginan kita untuk dimasukkan ke dalam dokumen atas dalih kepentingn rakyat, itu juga tidak boleh,”kata dia.
Mengapa demikian? Sebab tidak mungkin SKPD memasukkan item program dan kegiatan dalam APBD tidak bersentuhan dengan rakyat. Cuman masalahnya, perspektif kita agak berbeda karena masing-masing lembaga berfikir soal prioritas.
“Legislatif berfikir dan menganggap bahwa kegiatan ini yang prioritas, maka dia tukar dengan prioritas yang sudah disusun oleh eksekutif. Untuk apa semua itu dilakukan? untuk menguntungkan posisi itu. Tapi bukan berarti itu dilakukan dalam sistim yang salah. Serta diluar dari mekanisme yang formal.
Proses itu boleh saja terjadi, namun tetap sebelum paripurna dilakukan,”paparnya.
Bicara soal anggaran sesuai dengan regulasi, lanjut dia, Kementerian Keuangan setiap tahun mengevaluasi proses dan sistim dokumen yang tidak teratur. Sehingga Sistim Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) itu dibuat.
“Jadi kalau dianggap SIPD itu menjadi penghambat, itu tidak betul,”terangnya.
Harusnya, timing (pengaturan waktu) kerja sistim lembaga ini diprioritaskan secara tepat. Menurut Sadat, tidak karena kelalaian kita menempatkan suatu pekerjaan sesuai dengan timingnya, lalu kita saling menyalahkan orang lain.
“Dan satu lagi, kita harus mengakui dan terbuka bahwa ada sisi kekeliruan secara internal di lembaga ini yang harus kita perbaiki,”tutupnya.
Terpisah, Ketua DPRD Bangkep Rusdin Sinaling dikonfirmasi media ini tidak bisa tersambung, hingga berita ini ditayangkan. (ir)