Energi Bangkitkan Negeri Ditengah Wabah Covid-19

Oleh: WIRFAN MAJIRUNG, WARTAWAN BANGKEP POS.COM
BANGGAI KEPULAUAN- Dampak pandemi Covid-19 yang melanda negeri kita saat ini kian memperparah keadaan. Dan bahkan, bisa mengubah transisi kebiasaan kehidupan normal kita dari seperti biasanya.
Selain karena efek pandemi yang kini masih bertahan lama, dampak perubahan iklim pun ikut menurunkan aktivitas ekonomi kita
Penyebaran pandemi yang masih terjadi hingga kini, dapat berpengaruh terhadap sektor sumber daya energi. Bahkan, terjadi gejala penurunan harga komoditas mineral dan batu bara di seluruh nusantara.
Oleh karena itu, salah satu cara untuk membangkitkan negeri di bidang energi ditengah-tengah pandemi Covid-19 saat ini, yakni; mendorong pemerintah agar segera memproyeksikan energi baru terbarukan (EBT).
Pemerintah harus mampu menyediakan pasokan energi listrik dengan harga yang cukup terjangkau di seluruh kalangan masyarakat Indonesia.
Kendala soal harga listrik selama ini, justru masih selalu jadi hambatan dalam pengembangan energi baru terbarukan.
Begitu pun pada sisi yang lain, investor butuh harga ekonomi yang wajar untuk proyek energi baru terbarukan.
Kita mungkin menyadari, bahwa pengelolaan tambang Migas yang lebih dari 90% dikuasai Perusahaan Asing menyebabkan kedaulatan Energi Indonesia semakin tergerus.
Sehingga negara kita kehilangan kontrol dalam produksi Migas dan berpotensi melanggar amanah konstitusi UUD 1945.
Jadi, dengan pemanfaatan energi baru terbarukan akan membuka peluang bagi Indonesia; menciptakan ketahanan energi dan kemandirian ekonomi.
Energi baru terbarukan adalah bagian penting dari pengembangan sektor energi di Indonesia. Karena mampu menciptakan ketahanan dan kemandirian ekonomi kita.
Bagaimana cara merealisasikan hal itu?pemerintah mengajak perguruan tinggi untuk melakukan inovasi dan riset pengembangan energi baru terbarukan di masa depan.
Karena bicara soal listrik tidak hanya bagaimana kita memberi lampu, tapi juga membangun peradaban, kesehatan, dan sektor-sektor pendidikan.
Mengutip Xinhua, Rabu, 23 Desember 2020, Badan Energi Internasional (IEA) dalam World Energy Outlook 2020 mengungkapkan, pandemi covid-19 telah menyebabkan lebih banyak gangguan pada sektor energi, dibanding peristiwa lain yang pernah dicatat dalam sejarah baru-baru ini.
Bahkan, dampaknya diprediksi akan tetap bisa dirasakan selama bertahun-tahun mendatang.
Lalu, bagaimana energi baru terbarukan bisa menyelamatkan sektor energi di tengah rentannya produksi energi fosil secara global, sehingga mendorong pemerintah melakukan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liqueified Petroleum Gas (LPG).
Apalagi Indonesia kita tahu bersama menyimpan banyak potensi energi baru terbarukan. Mulai dari surya, angin, bioenergi, panas bumi dan air.
Olehnya itu, strategi pemerintah Indonesia yang harus didorong adalah menggandeng investor dari negara lain di bidang energi; dengan konsep kemitraan Business to Business (B2B).
Sebab untuk memenuhi kebutuhan energi, perlu ada investasi yang besar.
Intinya, Indonesia perlu ada percepatan transisi energi bersih. Dengan harapan; agar bisa melahirkan perbaikan regulasi untuk mengakselerasinya pasca-pandemi.
Kita tentu semua berharap; pandemi Covid-19 dapat segera selesai, sehingga stabilitas sektor energi di dalam dan luar negeri dapat terjaga.
Karena dengan munculnya gejolak akibat pandemi covid-19 yang masih berlangsung saat ini, menyebabkan krisis kesehatan global dan kemacetan ekonomi di mana-mana.
Meskipun di sisi lain misalnya, dampak pandemi ini juga tanpa kita sadari telah mendorong adanya proses transisi energi.
Buktinya, seperti pengembang energi terbarukan di sebagian besar negara di dunia seperti Tiongkok, justru tidak menghentikan upaya pembangunan dan pengembangan proyek skala besar, padahal pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Setidaknya, ada tiga catatan rekomendasi penulis sebagai bagian perbaikan kita menuju kedaulatan energi dalam membangkitkan negeri di tengah wabah pandemi Covid-19. Yakni;
Pertama; Indonesia perlu sebuah ketahanan energi, kemandirian energi, dan kedaulatan energi. Semua itu harus diimplementasikan pada konsepsi kebijakan, dan segera diwujudkan.
Sebab dengan hal itu dipastikan akan membuka akses (accessibility) bagi pengguna energi untuk menggerakkan kehidupan dan roda ekonomi, serta bertahan untuk jangka panjang (sustainability).
Yang kedua; menginisiasi sinergi tiga pilar: Perguruan Tinggi, Pemerintah, dan Industri untuk komersialisasi produk energi baru dan terbarukan berdasarkan hasil penelitian (R&D based products).
Dan yang terakhir; merajut jaringan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mencapai kedaulatan energi untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Indonesia boleh miskin sumber daya alam atau sumber daya energi, tetapi kita sendiri harus punya cadangan penyangga energi yang memadai.
Tujuannya: agar masyarakat bisa membeli, serta dapat menunjang permintaan industri untuk menggerakkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.
Sehingga ekspektasi untuk mencapai kedaulatan energi bagi kemakmuran rakyat di seluruh Indonesia benar-benar dapat tercapai. (*)