Risal Arwie Angkat Bicara Soal Pengelolaan APBD 2021
Bangkeppos. com, SALAKAN- Silpa APBD yang disampaikan dalam LKPj Bupati tahun anggaran 2021 sebesar Rp91 miliar, ditanggapi secara kritis oleh Wakil Ketua 1 DPRD Bangkep, Moh. Risal Arwie.
Risal menjelaskan, yang namanya Silpa itu harus sesuai dengan ketentuan besarannya 3,5 persen. Dan itu, menurut dia, menandakan APBD sehat.
“Tapi kalau tidak, maka itu melanggar ketentuan. Apalagi sudah direncanakan bertuan,” jelasnya, Sabtu (20/8/2022) malam.
Olehnya itu, politikus Partai Golkar Bangkep ini menyarankan, Badan Anggaran DPRD harus terlebih dahulu memeriksa dan meneliti kesesuaian dokumen RKPD dan KUA PPAS serta APBD.
“Sehingga mekanisme RKPD perubahan dapat jelas menuju KUA PPAS perubahan,” paparnya.
Risal juga mempertanyakan soal nomenklatur pertanggungjawaban kebocoran kas daerah sebesar Rp36 miliar pada 2020 silam.
“Apa dan bagaimana nomenklatur pertanggungjawaban kebocoran kas Rp36 miliar itu. Sementara, sekarang kas daerah setara. Makanya jadi lucu-lucu,” ucapnya.
“Bagaimana cara membuat setara kas daerah, sedangkan ada kebocoran Rp36 miliar. Lucu kan, tata kelolalanya. Jadi DPRD jangan terlalu mulut besar, kurang lebih sama juga, ndak mengerti kok,” sambungnya.
Dijelaskannya, jika status hukum kebocoran kas daerah Rp36 miliar tidak ada, berarti kita pasti akan selalu kekurangan kas Rp36 miliar.
Ditanya soal kemungkinan adanya potensi Silpa APBD 2021 yang disiapkan oleh eksekutif untuk menutupi kebocoran kas daerah sebesar Rp36 miliar, Risal membenarkannya.
“Itu jelas. Karena tidak diuraikan secara rinci,” jawabnya.
Dia mengingatkan, bahwa APBD Perubahan 2021 lalu sudah dibahas di DPRD. Tapi nyatanya, justru diperkadakan hingga tiga kali.
“3 kali Perkada dalam 1 tahun. Silakan baca aturan dalam Undang Undang Nomor 23 bisakah 3 kali perubahan?,” tanyanya.
Olehnya itu, Risal meenyebut, proses dan lika-liku APBD Bangkep tahun anggaran 2021 silam, tidak dalam kaidah Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2021.
Mengapa? Sebab menurut dia, ada beberapa hal yang tidak dipenuhi dalam pelaksanaan penyusunan dan pembahasan APBD 2021.
“Pemberlakuan instrumen PP 12 tahun 2019 yang ruang lingkupnya ada pada
perencanaan, penatausahaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan hingga pada pertanggungjawaban, itu justru diabaikan dengan sengaja,” ungkapnya.
Semestinya, lanjut Risal, hakekat pengelolaan keuangan dinisbatkan pada klasifikasi urusan pemerintahan daerah. Bukan pada penyebaran OPD, serta penetapan alokasi dan besaran anggaran pada urusan wajib berkaitan dengan pelayanan dasar dengan standar pelayanan minimal, sesuai Permendagri Nomor 100 Tahun 2018.
“Tapi kita kan, di Bangkep tak ada SPM nya,” ujarnya.
Alokasi Anggaran untuk Lembaga Hukum (juga) Disinggung Risal Arwie
Dikatakannya, hal lain yang berkaitan dengan alokasi anggaran untuk lembaga hukum, yang masuk dalam wilayah forkopimda itu juga diabaikan.
Padahal, kata dia, sesuai Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 jelas disebutkan, bahwa 25 persen dari bagi hasil pajak rokok setelah dibagi 75 persennya untuk program JKN, harus diberikan pada lembaga penegakan hukum terpadu di daerah.
“Tapi kan itu tak ada. Maka jelas ini sebuah diskursus khusus, dimana instrumen yang mengatur pengelolaan keuangan daerah tak sesuai regulasi,” ucapnya.
Tak hanya itu saja. Soal alokasi untuk kepentingan reses juga, mestinya harus berpedoman pada regulasi.
“Dan faktanya tidak ada. Jadi, dari awal memang sudah salah, sehingga seterusnya pun pasti salah,” pungkasnya. (ir)