Penataan Kawasan Kumuh Bongganan Jadi Perhatian Serius Pj. Bupati Ikhsan Basir
Bangkeppos.com, SALAKAN- Rencana pembangunan penataan kawasan perumahan kumuh desa Bongganan, kecamatan Tinangkung, kabupaten Banggai Kepulauan pada 2023 mendatang, menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah setempat.
Meskipun, di lain sisi, muncul sejumlah aturan hukum berupa Peraturan Menteri (Permen) yang menghambat terwujudnya pelaksanaan program tersebut.
Dihadapan para tokoh masyarakat desa Bongganan, Pj. Bupati Bangkep Ikhsan Basir, berjanji akan tetap menindaklanjuti harapan para warga desa Bongganan, untuk segera diwujudkannya pada 2023 mendatang.
“Saya nanti akan ke kementerian meminta fatwa terkait persoalan hukum untuk mempercepat hal ini (pembangunan penataan kawasan kumuh,red),” ujar Bupati, saat pertemuan bersama dengan para tokoh masyarakat desa Bongganan, dan dua orang anggota DPRD Bangkep, Moh. Iqbal Laiti dan Syahrudin Lalu, pada Rabu (2/11/2022) tadi siang, di kawasan Rumah Adat, Kompleks Tanjung, desa Bongganan.
Menurut Bupati, permintaan fatwa hukum itu dilakukan, untuk memperjelas proses pembangunan dan penataan kawasan perumahan kumuh di desa Bongganan, akibat dari munculnya sejumlah payung hukum yang mengikat.
“Karena tak bisa dinafikan, sampai saat ini, justru masih ada beberapa Peraturan Menteri yang tumpang tindih dengan Peraturan Menteri lainnya. Sehingga kita pun, agak kewalahan,” paparnya.
Meski demikian, jika permintaan fatwa ke kementerian telah dilakukan, namun tidak mendapatkan respon misalnya, Bupati mengaku, akan siap mengalokasikan APBD Bangkep sebagai solusi dalam mengatasi persoalan itu.
“Jika pemerintah pusat tidak memberikan keseriusan setelah permintaan fatwa hukum, maka alternatifnya kita tinggal menggunakan dana APBD untuk membiayainya,” kata Bupati.
Sekadar diketahui, alokasi anggaran perencanaan untuk pembangunan penataan kawasan perkotaan, termasuk desa Bongganan, telah dimasukkan di APBD 2019 sebagai program prioritas daerah.
Namun, anggaran tersebut tiba-tiba terpangkas, lantaran munculnya pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia.
Mengenai hal ini, juga diperkuat dengan diterbitkannya SK Bupati Nomor 353 tahun 2017 tentang : penetapan lokasi lingkungan perumahan dan kawasan kumuh di kabupaten Banggai Kepulauan. Dan dari 16 desa tersebut, Bongganan berada pada urutan ketiga, setelah kelurahan Salakan dan desa Baka.
Win-Win Solution Kawasan Perumahan Kumuh Desa Bongganan
Mewakili Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Dan Pertanahan Kabupaten Bangkep, Didi Kusnadi S.M, menjelaskan, pada prinsipnya pembangunan kawasan perumahan kumuh desa bongganan tidak ada persoalan.
Bahkan, lanjut dia, pemerintah Provinsi Sulteng sudah memberikan kewenangan membangun kawasan perumahan kumuh desa Bongganan. Sepanjang tidak mengindahkan regulasi yang ada.
“Sesuai dengan desain perencanaan yang sudah ada di Dinas Perumahan Provinsi Sulteng, konsepnya itu dibangun per blok,” terang Didi.
Menurut Didi, Dinas Perumahan Kabupaten Bangkep sejatinya diperbolehkan menata kawasan kumuh desa Bongganan, sepanjang itu tidak mengganggu dengan konsep dan desain per blok, sesuai diperencanaan Dinas Perumahan Provinsi Sulteng.
“Tujuannya agar tidak terjadi tumpang tindih, ketika Dinas Perumahan Provinsi masuk dan mengintervensi pembangunan kawasan desa Bongganan,” jelas Didi.
Berkaitan dengan aturan dan titik zonasi dalam hal pemanfaatan ruang pesisir pantai, Didi menuturkan, Dinas Perumahan Kabupaten Bangkep justru disarankan oleh Dinas Perumahan Provinsi untuk berkoordinasi dengan sejumlah OPD teknis lainnya. Seperti: Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Bangkep, serta Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bangkep,
“Koordinasi itu juga sudah kami lakukan,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Bupati menyatakan, akan segera memanggil OPD teknis untuk membicarakan tindaklanjut dari pembangunan dan penataan kawasan kumuh di desa Bongganan.
“Jika demikian, berarti tahun depan kita tinggal mengestimasi kebutuhan anggarannya, sesuai kemampuan keuangan daerah kita,” tandas Bupati.
Didi menambahkan, berbeda halnya dengan bantuan kawasan perumahan yang bersumber langsung dari alokasi DAK. Sebab daerah diwajibkan harus merampungkan dulu dokumen data RP3KP, sebagai syarat mutlak mendapatkan bantuan dana DAK untuk kawasan permukiman.
“Lagi-lagi yang dikuatirkan, jangan sampai jadi tambal sulam. Daerah misalnya sudah terlanjur membangun, tapi nanti itu justru bertentangan dengan masterplannya,” tutupnya. (ir)