9 Februari 2025

Demokrat Berkoalisi dengan Rakyat “Selamatkan Demokrasi”

Oleh : WIRFAN MAJIRUNG

INDONESIA kini tengah berada dalam situasi yang tidak menentu. Perjalanan sistim demokrasi kita saat ini juga bisa dibilang telah diambang batas kehancuran.

Hal itu lantaran adanya rasa ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah, penguasa politik dan termasuk pada jajaran kaum elit.

Padahal, di sisi lain, Indonesia di mata negara luar dikenal sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia.

Memang kita mengakui, penyelenggaraan demokrasi secara formal prosedural bisa tergolong lancar dan bagus. Akan tetapi, proses dan capaian perubahannya, justru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Begitu pula, arus perkembangan demokrasi dan politik Indonesia, sama sekali tidaklah mencerminkan peningkatan kualitas.

Lihat saja; corak reformasi politik kita saat ini kian kabur dan dikacaukan oleh banyaknya kasus korupsi, kegaduhan manuver politik dangkal, serta sejumlah keculasan menandai sengketa kuasa yang menyertai hingar-bingar demokrasi.

Parahnya lagi, tujuan Indonesia dalam memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sampai saat ini, justru dinilai gagal.

Sehingga ketika kepercayaan publik hilang terhadap para pembuat undang-undang, yang sekaligus sebagai pengawas pemerintah, maka perjalanan demokrasi kita dipastikan kian hancur berantakan.

Kehancuran sebuah demokras dipicu oleh salah satunya yakni, kontra demokrasi.

Saya teringat, di era kepemimpinan SBY, semua aksi pemerintah yang merugikan organisasi masyarakat, khususnya organisasi tanpa kekerasan, dilakukan semua melalui jalur hukum yang normal, baik hukum pidana maupun perdata.

Dalam demokrasi masa Kepemimpinan SBY “prinsip equality before the law”, benar-benar ditegakkan.

Di era SBY ketika itu juga, Negara benar-benar memercayakan lembaga pengadilan sebagai pemutus sebuah persoalan. Karena sesuai dengan prinsip kebebasan yang dijamin dalam “Universal Declaration of Human rights”.

Intinya, jika demokrasi itu diibaratkan rumah atau bangunan, maka pilar penyangganya adalah parpol, kebebasan sipil, serta penegakan hukum.

Ketiga pilar tersebut menjadi faktor penentu; apakah bangunan demokrasi itu akan kokoh dan kuat, atau justru sebaliknya.

Kita butuh demokrasi yang substantif. Melampaui dari sekadar ritual, rutinitas atau instrumentatif belaka.

Maka, tantangan terbesar kita untuk mencegah runtuhnya demokrasi ialah; bagaimana memperbaiki dan memperkuat kembali ketiga pilar itu sesuai prinsip demokrasi yang benar, di atas fondasi cita-cita keindonesiaan.

Parpol harus segera berbenah, mereformasi organisasi mesin kekuasaan ini agar dikembalikan ke jalan yang benar. Agar parpol sebagai pilar demokrasi kompatibel dengan tugas dan fungsinya menjalankan sistem bernegara.

Sebab demokrasi dan undang-undang adalah dua hal yang saling berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan.

Kesimpulannya; jika saat ini demokrasi menderita sebuah penyakit, maka hanya demokrasi jugalah yang bisa menyembuhkannya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!