Kebijakan Direktur RSUD Salakan Dinilai tidak Manusiawi
Salah satu bentuk kebijakan terbaru Direktur RSUD Salakan ialah, memaksa puluhan nakes menandatangani surat perjanjian sebagai tenaga kontrak suka rela.
“Jadi, kami para nakes masih boleh bekerja di rumah sakit, tetapi tidak lagi menerima honor atau upah sepersen pun setiap bulannya,” ungkap salah seorang Nakes di RSUD Trikora Salakan yang enggan namanya disebutkan, bersama sejumlah rekannya di ruangan Ketua DPRD Bangkep, Senin (28/3/2022) Kemarin.
Selain menganggap kebijakan direktur bersifat otoriter dan tidak manusiawi, para nakes juga menilai kehadiran dr. Nini di rumah sakit tak membawa berkah sedikitpun, bahkan sebagai pembawa malapetaka bagi nasib mereka.
Wanita yang sudah mengabdi di RSUD Salakan bertahun-tahun itu, menjelaskan, alasan utama direktur rumah sakit mengeluarkan kebijakan baru berupa surat perjanjian itu yakni, sebagai upaya efisiensi anggaran.
Selain itu, alasan yang lainnya, kata dia, adalah mengantisipasi pembiayaan para Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tenaga kesehatan tahun depan.
Padahal, alokasi anggaran untuk pembayaran upah tenaga kontrak di rumah sakit hingga pada 2022 ini, masih tersedia.
“Dan masalah ketersediaan anggaran itu pernah juga disampaikan langsung oleh Direktur kepada kami. Bahwa katanya anggarannya itu memang ada, tetapi jika dibayarkan kepada 12 orang, maka itu sudah jadi pemborosan,” bebernya, meniru ucapan sang direktur RSUD, dengan mata berkaca-kaca.
Lalu, apa konsekuensinya jika para Nakes tak mengindahkan tandatangan perjanjian dimaksud?
“Harus keluar dari rumah sakit. Karena itu dianggap tidak menaati kebijakan direksi. Tentu saja, kebijakan itu adalah sebuah pilihan yang sulit bagi kami,” terangnya.
Demikian sebaliknya. Jika surat perjanjian itu ditandatangani, meskipun mereka tidak menerima upah sepersen pun, tetapi peluang untuk menjadi pegawai P3K tenaga kesehatan masih terbuka lebar
“Syaratnya, selama kami masih aktif bekerja di rumah sakit,” katanya.
Pasca perjanjian kontrak suka rela itu muncul, dia bersama sejumlah rekannya sempat melakukan negosiasi dan menawarkan opsi kepada Direktur RSUD Salakan. Tetapi, hasilnya malah buntu.
“Kami sempat bicara minta kebijakan, bagaimana kalau gaji untuk satu orang punya dibagi dua saja. Cuman, direktur tidak mengiyakan. Alasannya, tidak ada pembicaraan seperti itu,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Bangkep Rusdin Sinaling, akan meminta kepada Komisi 1 DPRD mengundang secara resmi Direktur RSUD Salakan, guna dimintai penjelasannya.
Rusdin mengaku sangat tidak sependapat, jika pemborosan anggaran dijadikan dalih utama oleh Direktur RSUD Salakan, sebagai tujuan ingin memberhentikan atau menonaktifkan 12 tenaga kesehatan dari rumah sakit.
“Kalau anggarannya tidak ada, mungkin itu alasannya masih wajar dan masuk akal. Tapi, anggarannya di APBD tahun 2022 ini juga ada. Makanya, kita nanti agendakan secepatnya rapat dengar pendapat dengan direkturnya langsung,” ucap Rusdin.
Politikus Partai NasDem Bangkep itu, juga memperlihatkan bentuk keprihatinannya di depan para Nakes di ruangannya.
Tak ingin 12 Nakes di RSUD Salakan terkena ancaman PHK, hanya karena imbas dari kebijakan otoriter direktur, Rusdin pun langsung menghubungi Bupati Bangkep H. Rais Adam.
Sayangnya, nomor telepon Bupati saat itu sedang tidak aktif. Karena Bupati dikabarkan telah berangkat ke luar daerah usai kegiatan pelantikan pejabat eselon 3 dan 4 pada Senin kemarin. (ir)