Hubungan Legislatif-Eksekutif Bukan Pola Patron-Klien

0

Para peserta rapat paripurna yang terdiri dari sejumlah Kepala OPD, Kepala Badan, Kepala Bagian, Staf Ahli dan Asisten Bupati. (foto: Irfan Majirung)
Bangkeppos. com, SALAKAN- Pola hubungan antar lembaga legislatif dan eksekutif yang terjalin selama ini, seolah menempatkan DPRD dibawah naungan dan kewenangan Bupati. Sehingga hal itu memunculkan beragam penafsiran yang keliru dari sejumlah pihak, bahwa seolah-olah DPRD adalah bawahan langsung kepala daerah.

Kekeliruan dalam konteks menerjemahkan pola kemitraan antar dua lembaga tersebut, disinggung langsung oleh Wakil Ketua 2 DPRD Bangkep Muh. Risal Arwie, dihadapan Pj. Bupati Bangkep Ihsan Basir, beserta sejumlah OPD saat rapat paripurna penetapan rancangan perubahan KUA-PPAS 2022, Kamis (8/9/2022) di DPRD.

Menurut Risal, pola kemitraan ini mencuat, sejak munculnya konflik of interest dalam hal molornya pembahasan APBD tahun anggaran 2020 silam.

Ketika itu, ungkap Risal, DPRD dianggap masih memiliki kepentingan yang besar untuk mengusulkan program dan kegiatan, diluar dari prioritas pembangunan daerah.

Sehingga lanjutnya, DPRD mendapat tudingan seolah-olah sebagai penghambat pelaksanaan paripurna, karena belum jelas dapat apa dan pagu berapa.
“Padahal kamilah lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang Undang dengan fungsi anggaran,” terangnya.

Atas dasar itu pula, lembaga legislatif, sebut Risal, seolah-olah ditempatkan sebagai unsur penghambat dalam analisis SWOT oleh perangkat daerah, yang itu dituangkan serta dipermanenkan dalam dokumen RKPD 2020 pada Bab III paragraf ketiga.
“Ini adalah bentuk dari kekeliruan penafsiran perangkat daerah. Sehingga seolah-olah DPRD adalah bawahan langsung kepala daerah, lalu berlaku istilah patron-client,” tegasnya.

Risal mengakui, secara jujur dan tegas, bahwa tata cara kita di Bangkep selama ini dalam mengelola belanja daerah masih setengah hati. Terutama, dalam menjalankan instrumen perundang-undangan yang mengatur soal penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Lebih spesifiknya soal pengelolaan keuangan daerah,” ucapnya.

Disebutkannya, kabupaten Bangkep pernah mencetak rekor terunik pada perubahan APBD 2021. Ditahun itu, perubahan anggaran dilakukan sebanyak tiga kali.
“Secara jelas dan terang, itu sangat bertentangan dengan diktum Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, Paragraf 6 tentang perubahan APBD Pasal 316 ayat (2) dua, bahwa perubahan APBD dapat dilakukan (1) satu kali dalam (1) satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa,” urainya.

Terhadap tiga kali perubahan APBD 2021, uniknya lagi, beber Risal, DPRD Bangkep justru tak mendapatkan penjelasan resmi dari pihak eksekutif.
“Padahal, perubahan APBD telah melewati pembahasan dan bahkan paripurna penetapan, dengan alasan waktu. Yang seyogyanya ketidakpatuhan atas waktu yang menjadi prinsip dalam pengelolaan keuangan daerah disetiap tahapan pengiriman dokumen ke DPRD, selalu saja dilampaui oleh pemda,” tukasnya. (ir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!