Dinas Perumahan Tanggapi Pernyataan Moh. Iqbal Laiti soal Pembangunan Kawasan Kumuh Desa Bongganan
Bangkeppos.com, SALAKAN- Pernyataan anggota DPRD Kabupaten Bangkep Moh. Iqbal Laiti di salah satu media online yang menuding Dinas Perumahan, Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) kabupaten Bangkep melenceng dari kesepakatan soal rencana pembangunan rumah khusus di desa Bongganan, direspon langsung oleh Kepala Dinas Perkimtan, Rahman Hasan ST.
Rahman Hasan ST, melalui Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Perkimtan Kabupaten Bangkep, Didi Kusnadi Ramlan, yang juga sebagai Analis Sengketa Tanah Pemda Bangkep, dan didampingi Kasubag Program, Supriyanto Sunarto, membantah hal tersebut.
Menurut Supriyanto, sesuai uraian program kegiatan yang tercantum di DPA Dinas adalah, pembangunan rumah khusus beserta PSU bagi korban bencana atau relokasi program kabupaten/kota. Namun, belakangan nama kegiatan itu berubah atas dasar usulan dan kesepakatan bersama dengan teman-teman DPRD pada 18 September 2022, dengan mencantumkan Permendagri Nomor 64 Tahun 2022 tentang pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023.
“Sehingga nama kegiatannya kemudian berubah menjadi pembangunan kawasan kumuh desa Bongganan, dan jalan titian perumahan nelayan desa Bongganan,” singkat Supriyanto, Jumat (14/4/2023) di Dinas Perkimtan.
Sementara itu, Didi Kusnadi Ramlan
menjelaskan, bahwa berita acara persetujuan tentang alokasi penganggaran itu, sangat jelas tertuang didalamnya dua agenda kegiatan, dengan pagu sebesar Rp5 miliar. “Meskipun terjadi pengurangan angka Rp500 juta dari kesepakatan awal Rp5 miliar. Sehingga dua item pembiayaan kegiatan itu berkurang menjadi Rp4,5 miliar pada 2023 ini,” urai pria yang akrab disapa Didi itu.
Didi menyebutkan, adapun dua poin kegiatan dari hasil kesepakatan bersama itu yakni; pertama, rencana relokasi perumahan kumuh, penataan kawasan perumahan dan pembangunan perumahan desa Bongganan. Dan yang kedua, pembangunan rumah layak huni 13 unit akibat relokasi program pemerintah daerah.
“Karena poin pertama tidak bisa ditangani oleh dinas akibat terbentur dengan persoalan izin, maka dinas melaksanakan kegiatan poin kedua yaitu, pembangunan rumah layak huni pada kawasan kumuh di desa Bongganan,” ungkapnya.
Bahkan, kata Didi lagi, Dinas Perumahan mengakomodir kegiatan itu, justru mengacu pada tuntutan dari teman-teman Aliansi Pemuda Pemerhati Desa Bongganan ketika itu.
“Jadi, kalau dibilang ada penyalahgunaan kewenangan, dimana unsur mengubah kewenangan itu?,” tanyanya, tegas.
Didi menjelaskan, pijakan regulasi dalam membangun kawasan kumuh desa Bongganan ialah, adanya SK Kawasan Kumuh Nomor 338 Tahun 2022. Selain itu, ada juga Permen KP Nomor 28 Tahun 2021 tentang kawasan kumuh, dan Permen Nomor 14 tahun 2018 tentang pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
Olehnya, Didi mengklarifikasi statemen Moh. Iqbal Laiti yang menyentil soal nomenklatur kegiatan pembangunan perumahan tersebut salah sasaran.
“Kami juga sudah konfirmasi ke dinas tenaga kerja dan transmigrasi. Apakah akan mengeksekusi pembangunan perumahan translokal di desa Bongganan, maka dijawabnya oleh pak kadis transmigrasi, tidak. Karena mereka sedang fokus menangani transmigrasi di desa Pondobian dan desa Kinandal,” ucapnya.
Dan jika dinas transmigrasi menangani perumahan di desa Bongganan, maka mereka harus tetap berkoordinasi dengan dinas perumahan, sebagai instansi yang menangani kawasan pemukiman sesuai dengan master plan penanganan kawasan Bongganan yang telah disusun Propinsi. Berdasarkan SK kawasan kumuh Kabupaten dan SK kawasan kumuh Provinsi yang sudah ditetapkan.
Meskipun misalnya, lanjut Didi, Dinas Transmigrasi merelokasi dan membangun perumahan translok di tanah pemda yang ada di Bongganan, dan sudah terdaftar dalam aset yang peruntukannya untuk pembangunan perumahan saat ini, itu juga pasti akan terkendala.
“Karena mereka tidak punya master plan. Sebab itu masih dalam wilayah kerja kami, Dinas Perumahan,” terangnya.
Nah, untuk menyikapi hal tersebut, menurut Didi, pembangunan kawasan perumahan diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tentang Perumahan.
“Artinya, bahwa terkait soal urusan perumahan, kewenangan itu juga melekat di Dinas Perumahan. Kalaupun, Dinas Transmigrasi membangun perumahan dengan konsep mengatasi kekumuhan versi mereka, tapi tidak seharusnya itu terjadi diskresi,” ujarnya.
Ikbal juga dinilai keliru dalam mengulas soal Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sebab SPM itu sangat jelas diatur pada Permen PU, bahwa yang dimaksud dalam SPM itu adalah rumah korban bencana dan rumah relokasi.
Lalu, soal anggaran pengurusan ijin untuk pemanfaatan ruang laut, Didi menjelaskan, bahwa proses penerbitan izin dimaksud tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan.
“Karena prosesnya sangat panjang dan memakan waktu. Sedangkan, anggaran fisik dianggarkan bersamaan dengan anggaran pengurusan izin. Dan sementara perizinanan pun, harus mengurus beberapa persyaratan,” terangnya.
Mengenai izin penggunan ruang laut untuk pemukiman, kata Didi, itu juga sudah dikoordinasikan kepala dinas perumahan ke Balai KKP.
“Dan itu sedang menunggu kajian dan tinjauan Propinsi karena delineasi ruang laut yang dibutuhkan juga bersamaan dengan rencana reklamasi yang telah diurus sebelumnya,” paparnya.
Sekarang, menurut Didi, ketika anggaran pengurusan izinnya hilang (dipangkas,red), maka dinas hanya diperhadapkan pada dua pilihan.
“Apakah mau dilanjutkan atau dibatalkan,” ucapnya.
Dari pada anggaran sebesar Rp3 miliar tahun 2023 ini untuk pembangunan belasan unit rumah di desa Bongganan terancam batal, maka pilihan satu-satunya adalah dinas tetap melaksanakan pembangunan rumah tersebut.
“Pada intinya, kami Dinas melaksanakan pembangunan perumahan di desa Bongganan, itu menjawab dan merespon aspirasi yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di Bongganan. Kan, dipertemuan terakhir dengan masyarakat sudah bersepakat, bahwa mau 4 atau 5 unit rumah, perumahan desa Bongganan tetap harus dibangun. Dan satu lagi, seandainya dalam DPA itu menyebutkan rumah khusus, maka kami Dinas Perumahan pasti tidak akan berani untuk membangun,” tandasnya. (ir)