15 Februari 2025

Potongan Dana Sertifikasi Guru Rp100 Ribu Per Orang Bertentangan dengan AD/ART PGRI

Ketua DPD JPKP Bangkep dan Anggota PGRI Bangkep. (Dok.bangkeppos.com)

Bangkeppos.com, SALAKAN- Pungutan dana sertifikasi Guru sebesar Rp100 ribu per orang sejak 2019 silam, yang diperuntukan sebagai sumber keuangan organisasi PGRI Kabupaten Bangkep, mendapat reaksi dari sejumlah kalangan.

Pasalnya, besaran pemotongan dana tersebut dinilai tidak sesuai dengan isi pasal dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PGRI, sebagai hasil keputusan kongres ke-XXII PGRI tahun 2019.

Ketua DPD JPKP Kabupaten Bangkep, Rano Lamahung menerangkan, dalam Anggaran Dasar PGRI sangat jelas sekali mengatur tentang kewajiban pembayaran iuran anggota.

Tetapi faktanya, kata Rano, pungutan iuran itu justru tidak sesuai dengan amanat anggaran dasar PGRI.
“Sebab pungutan dana sertifikasi Rp100 ribu per orang tidak dicantumkan dalam AD/ART. Yang ada hanya kewajiban membayar iuran anggota dan uang pangkal,”ungkapnya, Selasa (10/8/2021).

Dijelaskannya, pada BAB 39 perbendaharaan PGRI pasal 120 ayat (1) tentang keuangan organisasi menerangkan, bahwa setiap anggota baru wajib membayar uang pangkal satu kali selama menjadi anggota sebesar Rp25 ribu.
“Dan pengelolaan uang pangkal dan iuran anggota tersebut menjadi kewenangan pengurus kabupaten,”terang Rano.

Selain kewajiban membayar uang pangkal, para anggota PGRI yang terdiri dari guru-guru itu diwajibkan membayar uang iuran lagi senilai Rp6 ribu per bulan.
“Iuran itu kemudian diatur pendistribusiannya ke setiap tingkatan pengurus; mulai dari pengurus besar di pusat hingga ke pengurus tingkat cabang dan ranting,”beber Rano.

Sesuai data, lanjut dia, untuk pengurus besar di pusat memperoleh pendistribusian 10 persen, provinsi 20 persen, lalu pengurus kabupaten/kota 30 persen, serta pengurus cabang dan ranting menerima sebesar 40 persen.

Diterangkannya lagi, lanjutan ayat (5) pasal 120 masih pada BAB yang sama menjelaskan, bahwa ada penegasan kepada pengurus di kabupaten, dengan mengacu hasil keputusan konferensi kerja untuk menambah besaran iuran wajib anggota dari yang semula Rp6 ribu menjadi lebih dari Rp8 ribu.
“Lalu, penambahan angka iuran tersebut dikelola dan dimanfaatkan langsung oleh pengurus kabupaten/kota,”ungkapnya.

Hasil tangkap layar dari salah satu isi BAB halaman AD/ART organisasi PGRI. (ist).
Terlepas dari total akumulasi miliaran rupiah dari pungutan tersebut, tetapi pada intinya, tambah Rano, hal itu telah berseberangan dengan hasil keputusan kongres, sebagaimana tertuang dalam amanat anggaran dasar organisasi.
“Karena pungutan dana itu justru jauh lebih besar nilainya,”ujarnya.

Selain itu, mekanisme pembayarannya juga dipotong langsung di Bank BPD Sulteng Salakan melalui rekening masing-masing pemilik dana sertifikasi.

Sayangnya, kepala Bank BPD Sulteng Salakan Zainuddin Batjo, dikonfirmasi sejumlah wartawan, justru tak merespon sedikitpun.

Arman Landomi, kepala Biro Kabar Luwuk, menyatakan, Zainuddin tidak memiliki kemampuan menjadi seorang Manager di Bank tersebut. Sehingga tidak layak dan perlu diganti dengan Kepala Bank baru.
“Dikonfirmasi tidak pernah merespon. Masa iya, hanya sekelas Kepala Bank Cabang saja mau pasang watak sama kita. Tidak ada dalam logikanya wartawan itu,”geram Arman.
“Atau jangan-jangan ada “sesuatu dibalik sesuatu”. Sehingga mungkin itu yang ditakutkannya. Mestinya, dia (kepala bank,red) bicara ke publik. Agar publik juga puas, karena ini berkaitan dengan soal keuangan nasabah di Bank,”tambah Arman.

Sebelumnya, Advokat muda asal kecamatan Totikum, Muhammad Saleh Gasin SH, MH, juga pernah melayangkan surat resmi: perihal permintaan penjelasan tertulis kepada Bank BPD Sulteng Salakan, untuk menanyakan dasar bank dalam melakukan pemotongan.

Akan tetapi, jawaban pihak Bank yakni; mengacu dari surat PGRI ke Bank BPD Sulteng Salakan, dan didasari atas Perjanjian Kerja Sama antara PGRI dan pihak Bank Sulteng Salakan.

Namun setelah Saleh mencermatinya, ternyata ruang lingkup perjanjian tersebut hanya untuk pemotongan iuran.
“Bukan untuk pemotongan sumbangan dan lain-lain,”terangnya, Jumat (6/8/2021) pekan lalu.

Semestinya, lanjut Saleh, pihak Bank Sulteng Cabang Salakan tidak boleh serta merta mengiyakan permintaan PGRI terkait dengan pemotongan dana sertifikasi itu, tanpa melakukan konfirmasi langsung terlebih dahulu ke nasabah.

Meski begitu, menurut Saleh, jika ada sejumlah guru lainnya yang ingin mengeluhkan soal pemotongan dana ini, Yayasan Klinik Bantuan Hukum Muhammad Saleh Gasin siap membuka ruang.
“Dan saya juga siap menerima pengaduan dari Guru-guru yang merasa keberatan,”tekannya.

Menyikapi hal itu, salah seorang anggota PGRI menyatakan, sebenarnya terkait dengan potongn sertifikasi Rp100 ribu tidak ada masalah.
“Kalau pun bermasalah, itu jika ada keluhan dari para anggota PGRI/Guru. Karena keputusan terkait dengan potongan itu sudah dilakukan melalui mekanisme organisasi,”jelas dia, saat dikonfirmasi media ini, dua hari lalu.

Menurutnya, dana tersebut sudah dipertanggungjawabkan lewat forum organisasi dan sudah diketahui oleh masing-masing kecamatan.
“Jadi jika ada lembaga yang mempersoalkan, maka secara regulasi lembaga lain tidak memiliki wewenang. Secara tegas, dana ini bukan dana Negara akan tetapi milik anggota/Guru,”tandasnya. (ir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!