17 Maret 2025

Soal Reklamasi Ilegal, Kadis Perikanan Bangkep : Izin PKKPRL Wajib Dimiliki untuk Kegiatan Usaha maupun Non Usaha

 

Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bangkep, Ferdi Salamat. (ist)

Bangkeppos.com, SALAKAN- Aktivitas reklamasi ilegal yang dilakukan oleh salah seorang pengusaha eksportir ikan hidup di desa Bajo Liang, kecamatan Liang, Banggai Kepulauan, Amir Abdullah, merupakan jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan di area ruang laut. Karena diduga tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk reklamasi lokasi usaha tersebut.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Banggai Kepulauan, Ferdi Salamat, menjelaskan, jika mengacu pada aturan soal izin pemanfaatan ruang laut, maka izin yang harus dimiliki yakni Izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

“PKKPRL adalah izin yang memastikan kegiatan di laut tidak melanggar peraturan ruang laut. Izin ini wajib dimiliki untuk kegiatan usaha maupun non-usaha,” terang Ferdi Salamat, saat dimintai tanggapan bangkeppos, Jumat (7/3/2025) malam.

Izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut itu, sesungguhnya bertujuan untuk mengatur kegunaan wilayah laut sesuai peruntukannya.

Soal apakah aktivitas reklamasi di desa Bajo Liang milik Amir Abdullah itu terindikasi melanggar ketentuan Pasal 18 angka 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, mantan Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Bangkep ini, enggan berkomentar lebih.

“Untuk lebih jelasnya, bisa tanyakan langsung ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi pada Bidang Pengelolaan Ruang Laut,” ujarnya.

Ferdi Salamat berpendapat bahwa pemerintah daerah kabupaten banggai kepulauan tidak memiliki kewenangan tentang ruang laut. Hal itu, kata dia, telah jelas diatur pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang kelautan.

“Jadi terkait dengan izin pemanfaatan ruang laut, itu ada di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan kewenangan masing-masing,” tandasnya.

Sebelumnya, Pj. Kades Bajo Liang, Tri Herlianto Surdana, mengungkapkan soal status kepemilikan lahan reklamasi yang digunakan oleh Amir Abdullah tersebut.

Pj. Kades Bajo Liang, Tri Herlianto Surdana saat ditemui di rumahnya, pekan lalu. (Dok. Bangkeppos)

Tri yang juga pegawai dibagian Seksi Pemerintahan Kecamatan Liang ini, mengatakan, bahwa Amir Abdullah hanya mengantongi Surat Penyerahan Tanah (SPT) yang diterbitkan oleh pemerintah kecamatan Liang, dengan luasan tanah 247 meter persegi.

Dia juga mengungkapkan alasan hingga bisa terbit SPT itu. Kata dia, kewenangan pemerintah kecamatan Liang hanyalah sebatas menerbitkan SPT sesuai pengajuan dari masyarakat pemohon.

“Dan SPT itu hanya sebagai bentuk ganti rugi atas pembelian lahan. Bukan sebagai hak atas kepemilikan tanah. Karena setahu saya, pak Amir beli rumah itu dari orang, tapi kondisinya saat itu belum ditimbun. Masih berdiri diatas laut,” tuturnya, pekan lalu.

Dari penelusuran bangkeppos, aktivitas penimbunan laut itu membentuk garis panjang menyerupai tanggul dengan hamparan perairan dilokasi tersebut.

Sementara itu, isteri Amir Abdullah, Hj. Ningsih Sjamsuddin, menyatakan bahwa aktivitas reklamasi di wilayah perairan desa Bajo liang tersebut benar adanya.

“Kami melakukan reklamasi hanya untuk rumah, bukan untuk usaha. Tidak ada penimbunan di area keramba atau fasilitas usaha kami. Silakan dicek langsung ke lokasi usaha kami,” sanggahnya, Jumat (7/4/2025) kemarin.

“Jika reklamasi tanpa izin dianggap melanggar, bagaimana dengan warga lainnya yang sudah melakukan hal serupa sebelum kami? Bagaimana dengan jalan desa yang juga direklamasi? Apakah itu juga melanggar? Mengapa hanya kami yang disorot?” tambah Hj. Ningsih.

Isteri Amir Abdullah, Hj. Ningsih Sjamsuddin. (ist)

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan kejelasan hukum terkait kepemilikan lahan di wilayah tersebut. Hj. Ningsih menyatakan bahwa sejak tahun lalu, mereka telah mengurus sertifikat hak milik (SHM) melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkep, tetapi baru mengetahui bahwa lokasi rumah mereka masuk dalam kawasan tata ruang laut, sehingga pengurusan SHM tidak dapat dilakukan.

“Jika wilayah ini benar-benar masuk dalam tata ruang laut, mengapa kami bisa diberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)? Bahkan, kami dengar ada warga yang sudah memiliki SHM. Jika kami dianggap melanggar, berarti banyak warga juga melakukan pelanggaran yang sama,” tukasnya. (ir)

 

error: Content is protected !!