Negara Kucurkan Rp56 Miliar untuk Bela Orang Miskin di Pengadilan
Bangkeppos.com, JAKARTA- Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham mengucurkan dana Rp56 miliar untuk bantuan hukum ke warga miskin yang beperkara di pengadilan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk perlindungan dan penegakan HAM.
“Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apa pun. Realitasnya, ketika berhadapan dengan hukum, masyarakat tidak bisa bertindak sendirian dan membutuhkan bantuan. Tidak semua masyarakat memiliki kemampuan pembiayaan bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat miskin atau tidak mampu,” demikian keterangan pers BPHN yang dikutip dari detikcom, pekan lalu.
Dana bantuan dikucurkan karena tidak jarang warga kurang mampu menjadi korban atas keputusan hukum yang merugikan. Hingga akhirnya muncul istilah “hukum tumpul ke atas, namun tajam ke bawah”. Padahal, keadilan, perlindungan, pengakuan, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum telah dijamin dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
“Sebagai bentuk keadilan hukum dan keberpihakan terhadap masyarakat miskin, pemerintah memberikan program bantuan hukum gratis,” ucap Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana.
Bantuan hukum juga sebagai bentuk perlindungan hak asasi manusia (HAM), pemenuhan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan wujud kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Pemberian bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma (gratis) kepada masyarakat tidak mampu dalam bentuk layanan bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi.
“Total dana yang digelontorkan Pemerintah untuk program ini di tahun 2023 sekitar Rp 56,3 miliar. Selama tahun 2022, BPHN telah menyalurkan bantuan hukum ke seluruh Indonesia dengan rincian bantuan hukum litigasi sebanyak 9.389 penerima, sedangkan bantuan hukum nonlitigasi sebanyak 3.523. Total bantuan hukum yang telah diberikan sebanyak 12.912. Bantuan disalurkan oleh 619 PBH yang tersebar di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Masyarakat miskin dapat mengakses laman sidbankum.bphn.go.id atau mengakses Peta Sebaran Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang ada di situs BPHN (bphn.go.id). Masyarakat juga dapat berkonsultasi terlebih dahulu ke Law Center di BPHN di Cililitan, Jakarta Timur atau berkunjung ke Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM untuk yang berada di luar Jakarta.
“Dokumen persyaratannya antara lain kartu identitas diri, surat keterangan domisili, surat keterangan tidak mampu dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat dan melampirkan surat kuasa pendampingan oleh advokat. Apabila terdapat kendala atau kesulitan memenuhi dokumen tersebut, masyarakat dapat meminta bantuan dari pejabat fungsional Penyuluh Hukum yang sedang bertugas,” paparnya.
Selain itu, LBH atau OBH yang telah lolos verifikasi dan akreditasi oleh BPHN berkewajiban memberikan bantuan hukum, meliputi bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi.
Bantuan hukum litigasi misalnya penyelesaian kasus melalui pengadilan, baik pidana maupun perdata. Sedangkan nonlitigasi meliputi penyuluhan hukum, penelitian hukum, pemberdayaan masyarakat, konsultasi hukum, mediasi, negosiasi, pendampingan di luar pengadilan dan sebagainya.
“Proses hukum Indonesia mungkin belum sempurna. Namun keadilan di mata hukum harus tetap ditegakkan, tidak terkecuali bagi masyarakat miskin atau kurang mampu. Di sini peran pemerintah untuk menjamin kesamaan setiap orang di mata hukum. Seperti kutipan dari Albert Camus, ‘Democracy is not the law of the majority but the protection of the minority’,” ujarnya. (**)